Saya gregetan mendengar Ahok-Djarot ditolak saat kampanye. (karena gregetnya, sampai selesaikan nih tulisan) Bukan semata saya mendukung Ahok-Djarot, bukan. Tetapi ini semata karena saya tidak ingin demokrasi Indonesia ini dirusak hanya karena kepentingan kelompok atau perorangan.

Kecenderungan demokrasi Indonesia akhir-akhir ini adalah penyampaian pendapat dengan demo. Apa iya, demokrasi itu ditandai dengan semakin banyaknya demo (demonstrasi)? Dalam konteks demokrasi, demonstrasi berarti, (1) pernyataan protes yang dikemukakan secara massal; unjuk rasa: contoh: mereka berbondong-bondong mengadakan — menentang percobaan nuklir. Jadi pasti bukan pengertian kedua, (2) peragaan atau pertunjukan tentang cara melakukan atau mengerjakan sesuatu: — pencak silat perlu diadakan guna memperoleh bibit-bibit pesilat yang baik; — bakar-bakar kendaraan aparat keamanan dan penjarahan minimarket. Yang terakhir adalah contoh dari penulis. Hehehehe……

Berarti demonstrasi adalah penyampaian pendapat secara massal atas ketidak-setuju-an atas sesuatu, entah tindakan atau perkataan. Penyampaian pendapat ini pun dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya berorasi di tempat yang sudah disediakan dan dengan kata-kata yang tidak meresahkan, jadi bukan dengan sembarangan tempat atau sembarang kata. Juga selain berorasi, bisa juga dengan demonstrasi teatrikal, melakukan pertunjukan teater terbuka, jadi bukan pukul-pukulan atau rusuh.

Nah… sampai di sini jelas yah, bahwa setiap orang bebas menyampaikan pendapat, tetapi tidak bebas menggunakan segala kata dan segala tindakan. Segala kata maksudnya adalah penggunaan kata yang tepat. Misal dalam kasus Ahok, kata yang tepat adalah sebagai berikut, ‘periksa Ahok’, ‘tegakkan hukum untuk Ahok’, ‘jangan lindungi Ahok’ dan lain-lain, karena tuntutan pendemo adalah Ahok diperiksa secara hukum. Akan tidak tepat jika ada keluar kata anjing, babi, lengserkan, turunkan, penjarakan, bunuh, dan lain-lain yang tidak tepat, karena tuntutannya tidak memungkinkan kata itu keluar dari mulut pada pendemo. Jelas yah?

Bisa juga dengan tindakan. Misalnya, dengan pertunjukan teater atau gerakan, yang penting tidak membahayakan. Akan tidak tepat jika ada perusakan minimarket, perusakan taman, pembakaran mobil, penusukan petugas, dan lain-lain, yang memunculkan kerusuhan dan kerugian. Ingat, tujuan pendemo adalah tujuan baik, penegakan hukum. Tujuan baik akan menjadi tidak baik ketika dilakukan dengan cara yang tidak baik. Ini masih dalam kasus Ahok. Kenapa dalam kasus Ahok? Karena itu yang terbaru. Tapi hal ini berlaku untuk setiap demo. Jelas juga yah? Mari kita lanjut…..

Beda dengan demo 98. Tujuan utama mereka bukan sekadar menyampaikan pendapat, tetapi mereka memang mau menurunkan Presiden Soeharto pada waktu itu. Jadi mereka mengeluarkan kata-kata menurunkan, lengserkan dan lain-lain sesuai dengan tujuan mereka. Loh… bagaimana dengan pendudukan gedung DPR-MPR? Pada waktu itu situasinya berbeda. Kenyataannya mereka tidak diberi ruang menyampaikan pendapat. Balasan dari pendapat demonstran waktu itu adalah peluru dan hilangnya nyawa. Anda mau dibalas seperti itu sekarang ketika ber-demo? Tidak kan? Apakah itu baik dan benar? Tidak baik dan tidak benar 100%. Tapi itulah pintu gerbang demokrasi yang semakin baik hingga kini. Tujuan mereka baik dan benar, tetapi cara mereka terpaksa dan dipaksa untuk tidak baik dan benar. Dan pejuang 98 mengorbankan kebaikan dan kesalahan mereka demi kebaikan Indonesia sekarang ini.

Demonstrasi 98 untuk melengserkan Presiden Soeharto yang sudah 32 tahun memerintah. Saya sebut ini sebagai kebangkitan demokrasi Indonesia....

Demonstrasi 98 untuk melengserkan Presiden Soeharto yang sudah 32 tahun memerintah. Saya sebut ini sebagai kebangkitan demokrasi Indonesia….

Kalau ada dari antara pembaca yang menanyakan, ‘Kenapa tahun 98 tidak apa-apa dan sekarang menjadi apa-apa?’ Berarti Anda harus kembali ke rahim ibu yang mengandung (maaf agak kasar) karena itu sama saja dengan menolak kemajuan demokrasi kita. Tidak baik dan tidak benar menghalalkan segala sesuatu, termasuk membenarkan kegagalan dan kesalahan masa lalu, demi kepentingan pribadi.

Jadi kalau ada sekarang ini demonstran demonstrasi penuh kebencian, kerusuhan dan kekerasan, maka itu menjadikan demokrasi yang semakin baik ini menjadi demo-crazy (demonstrasi gila). Apalagi kalau menghalangi seseorang mendapatkan hak berdemokrasi, seperti penolakan Ahok pada kampanyenya di daerah. Yang seperti ini memundurkan demokrasi kita sampai ke titik sebelum awal demokrasi. Ya seperti kembali ke rahim ibu yang mengandung tadi. Coba pikirkan, kembali ke rahim ibu, apa nggak gila! Lebih parah lagi dalam berpendapat mengadakan sayembara perebutan (pembunuhan) Ahok. Nah kalau yang ini, sudah ingin kembali ke rahim ibu dan tidak mungkin, dipaksakan lagi. Apa nggak langsung disepak yang punya rahim tuh! Hahaha…. Kan babak belur.….

Beginikah demokrasi yang melanggar hukum demi tegaknya hukum?

Begitu juga seharusnya negara ini, terutama Bawaslu dan Pemprov DKI Jakarta, termasuk PLT-nya. Harusnya, orang yang menolak Ahok itu harus dipidanakan, sebab memang sudah bukan saatnya lagi memaksakan kehendak semau udel-nya (sesuka hatinya). Ini menodai kesucian demokrasi, yah termasuk menista demokrasi, jadi harus diproses secara hukum, sebagaimana tuntutan demo 4 November silam.

Jujur tulisan ini lahir dari kepedulian atas demokrasi yang sudah semakin maju, di mana setiap warga negara mau terjun berpolitik secara bebas, jujur dan adil, seolah mau dirusak pihak-pihak tertentu. Lihatlah betapa kaum muda semakin marak menyuarakan hak politik mereka di media sosial secara kreatif, di kampanye-kampanye, dan di tempat pemilihan umum, sampai-sampai ikut mengawal Pilpres 2014 lalu. Saudara-saudara kita penyandang cacat menuntut pemerintah agar difasilitasi untuk ikut mencoblos dalam pemilu.

Jangan pudarkan semangat itu, harapan-harapan masa depan Indonesia itu. Ini demi bangsa yang kita cintai ini. Mestinya kita bahu membahu membangun demokrasi jadi lebih sempurna, bukan malah keroyokan menghancurkannya.

Maju terus demokrasi, hidup Indonesia, MERDEKA……..

Bahagianya Indonesia jika raya yach.....

Bahagianya Indonesia jika raya yach…..

(Terkadang air mataku menetes menyanyikan Indonesia Raya, mengenang jasa para pahlawan yang 10 November kemarin kita peringati, ketika 5 menit akhir jam proses belajar mengajar setiap hari Jumat di sekolahku menyanyikan lagu-lagu kecintaan akan negeri ini) hahahha….. Jadi baper (bawa perasaan)……..

Miris hati ini mas…… xixixixi…… sakit tau…… (yang ini jelas lebay dech….)

Teriring doa dan salam

*Artikel ini pertama kali diterbitkan di seword.com

Leave a comment